Setelah Dua Surat Somasi Tak Ditanggapi, Triga Nusantara Serahkan Dugaan Korupsi Dana Desa ke Polisi

Bulukumba, Targeticw.com – Wakil Ketua Lembaga Triga Nusantara Indonesia Kabupaten Bulukumba resmi melayangkan surat pengaduan ke aparat penegak hukum (APH) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polres Bulukumba, Kamis,(5/12/2024). Surat pengaduan ini terkait dugaan penyalahgunaan anggaran Dana Desa (ADD) di Desa Seppang. Jum’at 06/12/2024.

Wakil Ketua Dewan Pimpinan Cabang Bulukumba, Calestino, menyatakan bahwa pengaduan ini merupakan langkah lanjutan setelah dua kali melayangkan surat somasi kepada Pemerintah Desa Seppang, yang tidak mendapat respons serius.

“Kami sudah melayangkan surat somasi pertama pada 8 Juli lalu, setelah melakukan investigasi, namun tidak ada tanggapan dari Pemerintah Desa Seppang. Kami kemudian mengirimkan surat somasi kedua pada 13 Agustus, namun kembali tidak ada jawaban dari Kepala Desa Seppang,” ujar Calestino, yang akrab disapa Tino.

Menurut Tino, meskipun surat somasi sudah dilayangkan, tidak ada upaya klarifikasi dari pihak desa, sehingga pihaknya memutuskan untuk melanjutkan masalah ini ke ranah hukum.

“Kami berharap agar aparat Tipikor Polres Bulukumba segera memeriksa Kepala Desa Seppang terkait pengaduan dari masyarakat,” tegas Tino.

Tino menjelaskan, beberapa pengaduan masyarakat yang telah diterima dan tercatat dalam surat somasi, antara lain dugaan penyalahgunaan wewenang oleh Kepala Desa Seppang terkait pungutan liar (pungli) untuk penerbitan SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terutang) atas tanah yang sudah bersertifikat.

“Kami menerima laporan dari warga yang mengatakan bahwa Kepala Desa meminta uang dengan jumlah bervariasi, mulai dari Rp2,5 juta hingga Rp10 juta, untuk mengurus penerbitan SPPT bagi tanah yang sudah bersertifikat,” kata Tino.

Selain itu, Tino juga menyebut adanya ketidaksesuaian antara anggaran dan pelaksanaan pembangunan infrastruktur di Desa Seppang. Menurutnya, dalam perencanaan anggaran desa, terdapat anggaran untuk lima unit bangunan Posyandu, namun di lapangan hanya ada satu bangunan fisik, sementara sisanya tidak tampak, hanya terletak di bawah kolom rumah warga.

“Kami juga menemukan indikasi penyalahgunaan anggaran Dana Desa selama dua periode kepemimpinan Kepala Desa Seppang. Beberapa proyek yang tercatat dalam anggaran tidak terwujud, seperti lima unit Posyandu, yang ternyata hanya ada satu bangunan, sementara yang lainnya tidak ada, hanya tertulis di bawah kolom rumah warga,” ungkapnya.

Meski demikian, Tino menegaskan bahwa pihaknya tidak serta-merta menuduh Kepala Desa Seppang melakukan korupsi.

“Kami tidak mengatakan bahwa beliau sudah pasti korupsi, namun ada indikasi penyalahgunaan yang perlu diselidiki lebih lanjut. Karena Kepala Desa tidak memberikan tanggapan atas surat somasi kami, kami memutuskan untuk melanjutkan laporan ini ke Tipikor Polres Bulukumba untuk mencari kebenaran dan mendapatkan titik terang,” tutup Tino.

Kepala Desa Seppang, Samsu, saat dikonfirmasi di ruang kerjanya, mengungkapkan bahwa dirinya belum menerima surat somasi dari Lembaga Triga Nusantara. Menurutnya, yang diterima selama ini hanya surat somasi yang berkaitan dengan sengketa tanah di Dusun Tanah Cellae.

“Sejauh ini saya tidak paham mengenai surat somasi itu. Kalau soal somasi terkait temuan lembaga mereka yang mengindikasikan penyalahgunaan anggaran, saya belum mengerti maksudnya,” kata Samsu.

Samsu juga menegaskan bahwa dirinya tidak mengetahui tujuan dari surat somasi yang dimaksud.

“Saya tidak mengerti apakah somasi ini untuk eksekusi terhadap saya atau bagaimana. Kami memiliki jalur yang jelas dalam menangani temuan, seperti melalui Inspektorat. Jika ada temuan, kami pasti mendapat teguran keras dari mereka.”

Terkait tuduhan penyalahgunaan anggaran, Samsu dengan tegas membantahnya. Menurutnya, hanya tiga instansi yang berhak melakukan pemeriksaan terhadap keuangan desa, yakni Inspektorat, kepolisian, dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPKP).

“Kalau soal anggaran, saya menolak tuduhan itu karena kami tidak ada kaitannya. Yang berhak memeriksa hanya tiga pihak itu,” jelas Samsu.

Samsu juga menanggapi soal somasi yang pernah dilayangkan kepada Desa Seppang terkait tanah.

“Memang ada somasi, tapi itu berkaitan dengan masalah tanah. Tidak masuk akal jika kepala desa yang disomasi, padahal saya bukan pihak yang bersengketa. Saya pernah menegur mereka, kenapa saya yang disomasi,” ujarnya.

Terkait dengan dugaan pungutan atas penerbitan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) yang sudah memiliki sertifikat hak milik, Samsu menjelaskan bahwa hal tersebut tidak benar.

“Saya tidak mengerti soal penerbitan PBB. Kalau ada orang yang ingin menerbitkan PBB, mereka harus mengajukan permohonan terlebih dahulu, kemudian kepala desa memberikan surat pengantar ke Dispenda. Penerbitan PBB bukanlah tugas kepala desa, dan pembayaran pajak dilakukan langsung ke kantor melalui kolektor, bukan kepada saya,” jelas Samsu.

Samsu juga menjelaskan bahwa jumlah pembayaran pajak bervariasi tergantung pada luas lahan dan tunggakan yang ada.

“Pembayaran pajak itu bervariasi. Ada yang bayar satu juta, ada juga yang hampir satu juta, karena tunggakannya yang dibayar untuk lima tahun. Itu informasi dari kepala dusun. Kalau saya dituduh memungut uang itu, harus ada bukti siapa yang memberikan dan kapan, itu yang harus mereka buktikan,” tegasnya.

Mengenai pembangunan Posyandu, Samsu menegaskan bahwa sejauh ini belum ada anggaran yang dialokasikan untuk lima Posyandu tersebut.

“Kami belum pernah menganggarkan pembangunan lima Posyandu karena lokasi yang disiapkan belum ada. Masyarakat juga belum ada yang menghibahkan lahan. Saya dengar ada lima Posyandu, namun hanya satu yang terbangun, dan empat lainnya tidak jelas keberadaannya. Kalau benar saya menganggarkan dan hanya satu yang terlaksana, itu berarti saya melakukan korupsi. Kalau itu benar, apakah Inspektorat mau melepaskan saya?” tanya Samsu.

Samsu juga menjelaskan prosedur pemeriksaan yang dilakukan oleh Inspektorat, baik secara administrasi maupun fisik, “Sebelum pemeriksaan, ada tahap monitoring dan evaluasi (monev) oleh Dinas PMD. Kalau ada yang tidak sesuai atau tidak dibangun padahal ada anggarannya, kami akan ditegur dulu oleh PMD. Setelah itu, Inspektorat akan turun. Kalau ada temuan kejanggalan dalam pembangunan fisik, kami pasti dikenakan sanksi dan diminta untuk mengembalikan anggaran,” jelasnya.

Sementara itu, Kanit Tipikor Polres Bulukumba, Ipda Agus SH, yang dikonfirmasi melalui WhatsApp, mengonfirmasi adanya laporan dari Lembaga Triga Nusantara Indonesia pada Kamis, 5 Desember 2024.

“Iya, mereka melaporkan desa terkait hal ini, dan kami akan menindaklanjuti. Namun, mengenai kapan proses tindak lanjutnya, kami belum bisa memastikan. Semoga bisa segera dilakukan,” katanya.